Peringatanmengenai Hari Pendidikan jika menilik dalam skala nasional nyatanya memang bukan jatuh di bulan Januari, melainkan Hari Pendidikan Nasional yang biasanya diperingati setiap tanggal 2 Mei, bertepatan dengan momen kelahiran Bapak Pendidikan Indonesia yakni, Ki Hajar Dewantara.
Pendidikan adalah salah satu hal yang sangat penting bagi perkembangan suatu negara. Oleh karena itu, setiap tahunnya Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional sebagai bentuk pengakuan akan pentingnya pendidikan bagi bangsa Indonesia. Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang Hari Pendidikan Nasional dan pentingnya pendidikan untuk masa depan Indonesia. Pengertian Hari Pendidikan Nasional Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei. Peringatan ini dimulai sejak tahun 1960 atas inisiatif Ki Hajar Dewantara, pendiri Taman Siswa dan juga dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Tujuan dari peringatan Hari Pendidikan Nasional adalah untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan dalam membangun bangsa. Peringatan Hari Pendidikan Nasional pertama kali dilakukan pada tahun 1960. Namun, pada saat itu peringatan dilakukan pada tanggal 1 Mei. Barulah pada tahun 1972, tanggal peringatan dipindahkan menjadi tanggal 2 Mei. Hal ini dilakukan untuk menghormati kelahiran Ki Hajar Dewantara yang jatuh pada tanggal 2 Mei. Makna Hari Pendidikan Nasional Hari Pendidikan Nasional memiliki makna yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Peringatan ini mengingatkan kita akan pentingnya pendidikan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Selain itu, Hari Pendidikan Nasional juga menjadi momen untuk mengingatkan kita bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara Indonesia dan harus dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat. Pentingnya Pendidikan bagi Masa Depan Indonesia Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi besar untuk menjadi negara maju. Namun, untuk mencapai hal tersebut, pendidikan merupakan salah satu faktor kunci yang harus diperhatikan dengan serius. Berikut adalah beberapa alasan mengapa pendidikan sangat penting bagi masa depan Indonesia 1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia Pendidikan yang berkualitas dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Sumber daya manusia yang berkualitas akan mampu memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan negara. 2. Meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat internasional Dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, Indonesia akan mampu bersaing dengan negara-negara lain di tingkat internasional. Hal ini akan membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia. 3. Meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara Pendidikan juga dapat meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Dengan pendidikan yang baik, masyarakat akan lebih memahami betapa pentingnya peran mereka sebagai warga negara yang baik. 4. Meningkatkan toleransi antarwarga negara Pendidikan dapat membantu meningkatkan toleransi antarwarga negara. Dalam pendidikan, anak-anak diajarkan dalam menerima perbedaan dan menghargai keberagaman. Hal ini akan membawa dampak positif bagi terciptanya masyarakat yang harmonis dan damai. 5. Meningkatkan kemampuan inovasi dan kreativitas Pendidikan juga dapat meningkatkan kemampuan inovasi dan kreativitas masyarakat Indonesia. Dengan memiliki kemampuan ini, masyarakat akan lebih mudah mengembangkan potensi dan menciptakan peluang untuk berkembang. Tantangan dalam Pendidikan di Indonesia Meskipun pendidikan sangat penting bagi masa depan Indonesia, masih banyak tantangan yang harus dihadapi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Beberapa tantangan tersebut antara lain 1. Keterbatasan akses pendidikan Masih banyak masyarakat Indonesia yang sulit mengakses pendidikan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur dan juga ekonomi. 2. Kualitas pendidikan yang rendah Meskipun sudah banyak sekolah yang dibangun, masih banyak sekolah yang memiliki kualitas pendidikan yang rendah. Hal ini disebabkan oleh kurangnya fasilitas dan juga tenaga pengajar yang berkualitas. 3. Kurangnya pemahaman tentang pentingnya pendidikan Masih banyak masyarakat Indonesia yang kurang memahami betapa pentingnya pendidikan bagi masa depan mereka. Hal ini menjadi salah satu faktor mengapa masih banyak anak yang putus sekolah. Solusi untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Indonesia Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, beberapa solusi yang dapat dilakukan antara lain 1. Meningkatkan akses pendidikan Pemerintah dapat membangun lebih banyak sekolah dan juga memperbaiki infrastruktur pendidikan untuk meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat. 2. Meningkatkan kualitas tenaga pengajar Pemerintah dapat meningkatkan kualitas tenaga pengajar dengan memberikan pelatihan dan juga meningkatkan upah mereka. 3. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan Pemerintah dapat melakukan kampanye untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi masyarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti televisi dan juga internet. Kesimpulan Hari Pendidikan Nasional adalah momen penting untuk mengingatkan kita akan pentingnya pendidikan bagi bangsa Indonesia. Dalam artikel ini, kita telah membahas tentang pengertian, sejarah, makna, serta pentingnya pendidikan bagi masa depan Indonesia. Kita juga telah membahas beberapa tantangan dan solusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, marilah kita jadikan peringatan Hari Pendidikan Nasional sebagai momen untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi masa depan bangsa Indonesia. FAQ Apa itu Hari Pendidikan Nasional? Hari Pendidikan Nasional adalah peringatan untuk mengingatkan akan pentingnya pendidikan bagi bangsa Indonesia yang diperingati setiap tanggal 2 Mei. Siapa yang mengusulkan Hari Pendidikan Nasional? Ki Hajar Dewantara Apa tujuan dari peringatan Hari Pendidikan Nasional? Tujuan dari peringatan Hari Pendidikan Nasional adalah untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan dalam membangun bangsa. Mengapa pendidikan sangat penting bagi masa depan Indonesia? Pendidikan sangat penting bagi masa depan Indonesia karena dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat internasional, meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, meningkatkan toleransi antarwarga negara, dan meningkatkan kemampuan inovasi dan kreativitas. Apa saja tantangan dalam pendidikan di Indonesia? Beberapa tantangan dalam pendidikan di Indonesia antara lain keterbatasan akses pendidikan, kualitas pendidikan yang rendah, dan kurangnya pemahaman tentang pentingnya pendidikan. Apa solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia? Beberapa solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia antara lain meningkatkan akses pendidikan, meningkatkan kualitas tenaga pengajar, dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan.
Oleh Syamril Rektor ITB Kalla. TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Bulan Mei tahun ini sangat istimewa. Pada 2 Mei 2022 sebagai Hari Pendidikan Nasional juga Hari Raya Idul Fitri 1443 H. Lalu 20 Mei 2022 sebagai Hari Kebangkitan Nasional jatuh pada hari Jumat.. Mari renungi kedua hari Nasional ini dengan tema Kebangkitan Melalui Pendidikan.
OPINI — Peringatan Hari Pendidikan Nasional Hardiknas lazimnya digelar dengan khidmat di setiap tanggal 2 Mei. Selain upacara bendera, ada sejumlah perlombaan yang digelar di sekolah, instansi pemerintah, maupun organisasi kemasyarakatan. Namun, di masa ketika banyak orang di dunia bersembunyi dari Corona, kegiatan-kegiatan tersebut akan Presiden Soekarno melalui Keppres yang menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada Ki Hadjar Dewantara. Berdasarkan Keppres itu juga, hari kelahiran pelopor pendidikan pribumi ini ditetapkan untuk diperingati sebagai Hari Pendidikan ini, peringatan Hardiknas dilaksanakan di tengah protokol Covid-19. Ini tidaklah mengurangi makna dari spirit yang hendak disemai. Bahkan, di tengah kesunyian peringatan, boleh jadi memberikan “dividen” sebagai investasi pertumbuhan anak-anak data Badan Pusat Statistik BPS, jumlah peserta didik pada Tahun Ajaran 2017/2018 mencapai 45,3 juta jiwa. Lebih dari separuh jumlah tersebut adalah peserta didik tingkat SD 56,26%. Sementara SMP berjumlah 10,13 juta jiwa 22,35% dan SMA/SMK sebesar 9,68 juta jiwa 21,39%. Angka tersebut diperkirakan tak jauh berbeda dengan kondisi tahun jauh, BPS memproyeksikan jumlah anak-anak Indonesia usia 0-17 tahun pada tahun 2020 sebesar 79,373 juta jiwa. Ini berarti sekitar 30% dari jumlah penduduk Indonesia. Dengan kata lain, satu di antara tiga penduduk Indonesia adalah musim pandemi Covid-19, anak-anak itu berada “di-rumah-saja”. Pembelajaran sekolah mereka ikuti dari rumah secara daring. Kenyataan tersebut hendaknya tidak hanya menjadi respon terhadap Covid-19. Melainkan juga memberi makna terhadap Hardiknas dengan jalan mengambil manfaat dari situasi ini senafas dengan tujuan penyelenggaraan pendidikan nasional Pasal 13 UU yakni, “mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan kerjasama dari semua pemangku kepentingan. Masyarakat dan tentu saja keluarga memiliki saham yang tidak kecil dalam upaya pengembangan potensi peserta didik, sebagaimana dimaksud dalam tujuan pendidikan kaitan ini, konsep Merdeka Belajar, sebagai bagian dari cetak biru pendidikan nasional yang digagas Mendikbud Nadiem Makarim, diharapkan dapat menjawab permasalahan yang ada. Antara lain –dalam hemat kita– adalah dengan menempatkan pendidikan sebagai bagian dari proses pembudayaan, dan bukan sekedar “persekolahan”.Para pendiri bangsa founding fathers dengan sangat baik telah merumuskan tujuan kehidupan bernegara kita yakni, salah satunya, adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Hal ini tersurat dalam Alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, dan menjadi roh regulasi pendidikan kita sudah sampai pada tujuan itu? Lantas, bagaimana seharusnya memaknai tujuan tersebut? Manfaat apa yang dapat dipetik dari Hardiknas di tengah pandemi COVID-19 saat ini?Pendidikan KeluargaMenurut hemat kita, tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 bukanlah sebuah “terminal akhir”. Melainkan sebuah “proses” yang harus berlangsung terus menerus dan secara berkesinambungan. Sebuah proses pembudayaan dalam kehidupan berbangsa dan berpendapat, bahwa pendidikan di sekolah saja tidaklah mencukupi. Setiap anak dan peserta didik memiliki keunikan dan bakat masing-masing. Apalagi ilmu dan pengetahuan masa kini berkembang sedemikian cepat. Tak jarang, apa yang dipelajari hari ini bisa menjadi “basi” dalam waktu yang tidak juga dengan pencapaian mengagumkan di bangku sekolah. Tidak otomatis menjadi dasar penilaian kemampuan seseorang. Banyak contoh menjelaskan tidak semua murid cemerlang di bangku sekolah menjadi orang yang berguna bagi masyarakat. Sebaliknya, banyak murid tidak menonjol di sekolah namun kemudian berhasil menjadi tokoh tentu bisa menyebut Thomas Alfa Edison, penemu lampu pijar dan pemilik lebih hak paten, yang sejak usia sebelas tahun diberhentikan oleh sekolah karena dianggap tak mampu mengikuti pelajaran. Sebut pula Mark Zuckerberg bos Facebook, Bill Gates dan Jack Ma keduanya orang terkaya dunia, George Washington dan Abraham Lincoln keduanya mantan Presiden Amerika dan tidak pernah sekolah tinggi.Di Indonesia, Anda bisa menyebut Adam Malik mantan Wakil Presiden RI yang cuma lulusan SD, Susi Pudjiastuti mantan Menteri Kelautan yang hanya lulusan SMP, atau Dahlan Iskan mantan Menteri BUMN yang berhenti atau DO di Semester IV. Daftar ini tentu masih dapat diperpanjang. Termasuk yang berlatar belakang pengusaha, politisi, seniman, artis, dan saja hal itu tidak berarti bahwa pendidikan sekolah tidak dibutuhkan. Melainkan mesti diperkaya dengan cita rasa pengalaman rohaniah dan pertumbuhan kecerdasan emosi untuk mengelola hubungan personal dan relasi ini dipotret dengan baik oleh Charles Darwin dalam otobiografinya, sebagaimana dikutip EF Schumacher 1973 “Hilangnya cita rasa itu berarti lenyapnya kebahagiaan, barangkali merusak kecerdasan dan lebih-lebih lagi mungkin berbahaya bagi moral, karena hal itu melemahkan kehidupan emosi kita.”Kelemahan tersebut dapat diatasi oleh pendidikan keluarga. Aspek emosi ditumbuhkan menjadi sebuah kecerdasan yang menuntun anak menjalani cara hidup yang benar. Menggunakan kecerdasan emosi sebagai dasar penalaran dan pemecahan masalah dan meningkatkan aktivitas anak-anak bersama keluarga selama protokol COVID-19 akan sangat berpengaruh dalam pertumbuhan kecerdasan emosi mereka. Orang tua dan keluarga inti sangat berperan. Jika ini dimaksimalkan, maka dalam satu generasi ke depan, Indonesia berpeluang menjadi negara saja, ada 79,373 juta jiwa anak Indonesia yang melewati masa pandemi COVID-19 bersama keluarga inti. Di antara itu, terdapat sekitar 44 juta anak yang berusia 0-9 tahun. Pengalaman “dilockdown” di-rumah-saja bersama keluarga akan mencerahkan dan meningkatkan kecerdasan emosi anak. Barangkali itu!Penulis adalah Penggiat Literasi dan mantan Ketua KPID Kaltim
Bumidi bawah kuasa sang tamak dengan belati matadewa di tangannya. Sedang para kawula harus bekerja di bawah todong senjatanya. Su , mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ilmu Pasti Universitas Ayam Jantan sedang bercerita tentang gelar SARJANAku dan masa depan SURAMku.. Sebuah monolog singkat tentang lembaran nafasku..
- Sejarah Hari Pendidikan Nasional tak lepas dari sosok dan perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Beliau adalah pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia di era kolonialisme. Hari Pendidikan Nasional Hardiknas adalah hari yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia setiap 2 Mei, untuk memperingati kelahiran dan menghormati jasa Ki Hadjar juga Hari Pendidikan Nasional 2021 Sejarah, Tema, dan Link Download Logo Ki Hadjar Dewantara Melansir 2 Mei 2020, pria kelahiran Pakualaman, Yogyakarta, 2 Mei 1889, ini dikenal sebagai pencetus Taman Siswa. Kutipannya yang terkenal, yakni "Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani". Artinya, di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik; di tengah atau diantara murid, guru harus menciptakan ide dan prakarsa; di belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan serta arahan. Nama asli Ki Hadjar Dewantara adalah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Melansir laman Kemdikbud, Ki Hajar Dewantara melahirkan sistem pendidikan nasional bagi kaum pribumi dengan nama Taman Taman Siswa berdiri pada tanggal 3 Juli tahun 1922 di Yogyakarta. Taman Siswa ini mengajarkan kepada pribumi tentang pendidikan untuk semua yang merupakan realisasi gagasan dia bersama-sama dengan temannya di Yogyakarta. Sekarang Taman Siswa mempunyai 129 sekolah cabang di berbagai kota di seluruh Indonesia. Baca juga Hari Pendidikan Nasional dan Solusi Belajar di Tengah Pandemi Corona... Bapak pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara merupakan Mentri Pengajaran pertama Kabinet Presiden Soekarno yang kemudian menjadi Kementrian Pendidikan dan Pengajaran dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Ki Hajar Dewantara juga merupakan Pahlawan Nasional ke-2 yang ditetapkan Presiden pada tanggal 28 November 1959 berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Dengan Keppres itu dia juga ditetapkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Berdasarkan pemberitaan Harian Kompas, 2 Mei 1968, karena jasa-jasanya, Ki Hadjar Dewantara mendapatkan penghargaan dari pemerintah. HariPendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati setiap tanggal 2 Mei setiap tahunnya. Namun, tahukah kamu fakta-fakta di balik peringatan ini? Yuk baca sampai habis! Tanggal Lahir Ki Hajar Dewantara Dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara lahir di Pakualaman, 2 Mei 1889. Ia terlahir dengan nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat, putra dari GPH Soerjaningrat, dan Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Opini Tentang Pendidikan Di IndonesiaAssalamualaikum wr kesempatan kali ini, saya akan menulis seluruh pendapat saya mengenai masalah pendidikan di Indonesia. Menurut saya tentang pendidikan di Indonesia yaitu, masih kurang baik. Karna tidak semua sekolah memenuhi standar pendidikan. Dan masih banyak anak-anak di Indonesia yang belum merasakan pendidikan yang layak dan bahkan putus sekolah. Dan di Indonesiapun ada istilah “suap-menyuap”, “beli nilai” dan bahkan ijasah pun bisa dibeli di Indonesia. Di Indonesia, sangat banyak sekolah yang tidak layak untuk dipakai sebagai tempat belajar atau untuk melaksanakan proses belajar mengajar. Karena tidak adanya bantuan dari pemerintah setempat. Pemerintahan di Indonesia juga kurang memperhatikan sekolah-sekolah dipelosok-pelosok negri yang kita cintai ini. Keadaan sekolah ini sangat memprihatinkan. Dimana banyak anak-anak di Indonesia yang kurang mampu, namun mempunyai semangat belajar yang tinggi. karena masalah ekonomi, yang membuat pendidikan mereka terhambat, sehingga mereka sering terganggu dalam proses belajar mengajarnya karena tempat yang tidak layak dan sangat mengganggu. Seperti misalnya atap yang bocor saat hujan, atau bahkan banjir. Pemerintah kita tidak menyadari keadaan pendidikan di Indonesia yang sangat memprihatinkan ini, sedangkan sangat sering siaran televisi menyiarkan berita tentang pendidikan di Indonesia yang sangat memperihatinkan anggaran pendidikan di Indonesia tidaklah sedikit. Tetapi anggaran ini tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk pendidikan. Banyak anggaran yang disalah gunakan oleh pihak yang berwenang hanya untuk kepentingan pribadi, anggaran pendidikan / uang bantuan sekola di “KORUPSI”, cukup miris pemerintah seolah tutup mata dengan kejadian-kejadian seperti ini. Semua pihak atau kalangan bawah merasa dirugikan karena adanya korupsi. Korupsi sangat mencoreng moral aspek pendidikan. Hal itu terjadi karena kurangnya pendidikan sebagai manusia, pastilah memiliki cita-cita. Dan dari sekolahlah kita memulai untuk belajar agar bisa menggapai cita-cita kita. Kita mulai belajar dan mendapat ilmu dan juga ijasah, surat yang paling dibutuhkan sebagai bekal masa depan kita, khususnya dalam berkarir. Dan lagi-lagi karna uang, orang yang tidak memenuhi pendidikanpun bisa mendapat ijasah hanya dengan “membeli” bahkan dengan nilai yang sempurna. Dan yang sangat tidak adil bagi masyarakat bawah adalah orang yang dengan mudah dan hidup lebih dari cukup yang bisa membeli ijasah beserta nilai-nilainya, bisa mendapat jabatan yang tinggi dengan upah gaji yang memuaskan pula. Tapi bagaimana dengan masyarakat kalangan bawah, yang hanya bermodalkan niat dan pendirian yang kokoh untuk mencapai pendidikan yang tinggi, yang belum terjamin masa depannya, kehidupan karirnya untuk mendapatkan kedudukan selayak usaha dan keahlian yang mereka punya. Semua sangat tidak adil. Masih adakah kesempatan untuk masyarakat kalangan bawah? Sekarang di Indonesia, kebanyakan bukan masalah yang paling utama, yaitu SKILL, namun seberapa besar uang “sogokan” nya. Hal ini bukan rahasia umum lagi pemerintah dan pejabat wewenang mengetahui kejadian ini tetapi lagi-lagi mereka menutup mata. Keadilan di Indonesia sudah mulai pudar orang dapat menghalalkan segala cara untuk bisa hidup dengan saja pemerintahan kita jauh lebih tegas pastilah tidak akan ada yang merasa dirugikan. Kurangnya aspek pendidikan keagamaan, akhlak dan berkehidupan bermasyarakat. Kembali ke masyarakat kalangan bawah, banyak anak-anak di Indonesia yang tidak bersekolah karna tidak memiliki biaya. Mereka menghabiskan hari-hari mereka untuk mencari uang, yang seharusnya dilakukan orangtua mereka. Mereka kebanyakan mencari uang dijalanan, menjadi tukang pengamen jalanan, peminta-minta dan bahkan ada juga yang bekerja sebagai tukang angkut, yang biasanya bebannya sangat berat, pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh orang dewasa. Sangat menyedihkan mengetahui mereka masih anak-anak dibawah umur, yang seharusnya mereka menerima pelajaran disekolah atau bermain dengan teman-temannya. Siapakah yang harus bertanggung jawab atas semua ini? Butakah para pemerintah yang “sudah pasti” pernah melihat kejadian seperti ini. Bagaimana dengan masa depan anak-anak itu? Masa depan bangsa kita? Pandangan Negara lain tentang kejadian ini? Bisakah pemerintah mendirikan pos untuk ana-anak ini mengetahui betapa penting dan berharganya arti pendidikan. Tidak perlu mewah dan megah, tetapi bisa membuat mereka mengerti. Saya yakin ada banyak sekali sukarelawan ataupun pahlawan pendidikan yang senantiasa membantu mereka. Ini semua juga demi masa depan bangsa kita. Tulisan saya ini memang hanya menjelaskan kelemahan pendidikan di Indonesia, namun bukan berarti tidak ada kelebihannya. Tidak sedikit anak atau pelajar Indonesia yang mengharumkan nama pendidikan Indonesia melalui pendidikan, apapun itu bentuknya. Banyak pelajar di Indonesia yang berhasil mengharumkan nama pendidikan di Indonesia, sampai keluar negri. Sayangnya, meski banyak sekali sekolah atau universitas di Indonesia, pelajar di Indonesia lebih banyak memilih melanjutkan pembelajaran diluar negri. KENAPA? Apa karena diluar negri lebih bagus, atau lebih memadai, atau karna gengsi? Sangat disayangkan pelajar di Indonesia lebih memilih sekolah diluar negri. Harapan kita semoga pelajar di Indonesia bisa membawa dampak positif, bukannya tertular dampak negative. Semoga pelajar di Indonesia bisa membawa nama baik dan menjaganya diluar cara memperbaiki system pendidikan di Indonesia? Di harapkan kepada pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan terkait untuk bisa lebih membuka matanya, untuk menyadari bahwa masih sangat banyak diluar sana anak-anak Indonesia yang membutuhkan uluran tangan dan hati nurani kita untuk muwujudkan keinginan mereka untuk merasakan pendidikan yang layak, untuk melangkah mencapai impian dan cita-cita yang mereka miliki, dan untuk memajukan generasi kita kedepannya. Bayangkan bagaimana kedepannya, keadaan Negara kita tanpa adanya pelajar-pelajar yang terdidik, yang mempunyai skill yang baik, yang bisa membawa perubahan di Indonesia. Bisakah pemerintah dan kita sebagai warga Negara Indonesia membantu mengurangi jumlah anak-anak jalanan yang kurang pendidikan? Indonesia membutuhkan para pahlawan tanpa tanda jasa, para relawan-relawan yang memiliki hati nurani. Indonesia membutuhkan “PERUBAHAN!” Berilah kesempatan kepada masyarakat kecil. Buatlah mereka merasa “MERDEKA” tanpa adanya penindasan dari masyarakat kalangan atas. Berilah kesempatan pendidikan kepada anak-anak Indonesia yang kurang juga mengajari kita untuk saling membantu. Pendidikan juga mengajari kita tentang kebaikan-kebaikan, tentang keagamaan, tentang pahala dan dosa. Semua ASPEK dalam kehidupan kita, bahkan hal yang terkecilpun telah diajarkan dari satu kata penuh makna dan penting dalam kehidupan kita, “PENDIDIKAN”.Apakah kita bisa tanpa pendidikan? TIDAK! Tidak akan ada rasa belas kasihan, kemanusiaan, bahkan tidak akan ada yang cerdas! Sekarang kita hidup di jaman serba modern yang semakin mempermudah kita mencapai pendidikan yang layak. Seharusnya kita malah harus semakin maju, berkembang pesat dan berpikir lebih cerdas dalam segala hal khususnya Pendidikan, karena apapun yang kita butuhkan, tersedia pada jaman serba modern ini. Namun, kurangnya minat kita, lebih banyak orang yang terlena dari pada memanfaatkan dan mengembangkannya. Dari pendidikan-lah kita belajar memanfaatkan. Jadi diharapkan pendidikan di Indonesia lebih diketatkan dan mengikuti perkembangan dunia sehingga kita tidak ketinggalan dari Negara saya untuk pemerintah dan dinas pendidikan terkait, “AYO!!!” kita perbaiki sistem pendidikan yang seharusnya kita perbaiki. Mulailah membuka mata hati kita untuk menegakan keadilan yang seadil-adilnya bagi masyarakat baik kalangan atas, menengah, maupun bawah. Kita sama-sama memberantas korupsi, kecurangan dalam bekerja lelang jabatan, pembelian nilai atau ijasah, yang akan hanya memperburuk sistem yang ada di Indonesia. “mari kita majukan pendidikan di indonesia dengan aspek dan moral yang baik untuk indonesia yang baik ”“SUKSES PENDIDIKAN MERDEKA INDONESIA”Wassalamualaikum wr wb. Lihat Pendidikan SelengkapnyaSejarahHari Pendidikan Nasional. Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati setiap 2 Mei. Sejarah lahirnya hari tersebut tak lepas dari sosok dan perjuangan Ki Hajar Dewantara. Pahlawan nasional dengan nama asli R.M Suwardi Suryaningrat ini merupakan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi sejak zaman kolonialisme Belanda.Paulus Mujiran. Foto youtube Tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Tidak ada yang meragukan ketika berbicara mengenai kualitas pendidikan Tanah Air dari sisi akademik. Pencapaian kelulusan rata-rata Ujian Nasional UN setiap tahun mencapai di atas 99% mencerminkan pendidikan secara administrasi telah dikelola dengan baik dari sisi pencapaian akademik atau prestasi belajar. Pendidikan juga lebih murah karena ada program kartu pintar dan bantuan operasional sekolah BOS. Jumlah lulusan dari tahun ke tahun juga terus meningkat. Guru-guru juga sudah mendapat tunjangan sertifikasi yang diharapkan memacu kinerjanya. Capaian pendidikan juga jauh lebih membanggakan. Namun mengapa justru sekarang kita banyak meratapi kondisi anak-anak yang notabene lebih berpendidikan? Banyak keluhan mengenai kondisi anak-anak didik sekarang, seperti lebih sulit diatur, nakal, bahkan sebagian anak-anak terpelajar ini melakukan tindak kejahatan yang meresahkan. Orang tua juga mengeluhkan masih maraknya kekerasan di sekolah. Yang kerap luput dari perhatian kita adalah anak-anak sekarang hidup dan berkembang di era digital. Mereka berada dalam ketegangan antara model pembelajaran di sekolah yang cenderung masih konvensional dengan caracara pembelajaran modern yang didapat secara digital. Pembelajaran secara digital ini justru tidak mudah dibendung karena diberikan secara terus-menerus dan tidak mengenal waktu. Jika pembelajaran konvensional diberikan hanya dari pukul sampai pukul pembelajaran digital diberikan sepanjang hari bahkan 24 jam. Waktu bersama guru di kelas justru lebih terbatas ketimbang ketika anakanak belajar dengan sarana informasi modern yang kian tidak terbendung. Banyak orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak-anaknya kepada sekolah. Itulah sebabnya pengetahuan anak-anak mengenai berbagai persoalan terkadang lebih lengkap ketimbang pengetahuan yang dipunyai oleh guru. Anak-anak bisa sangat kuat dalam penguasaan akademik mengenai sesuatu hal karena diperoleh dari internet tetapi lemah dalam karakter dan kemampuan pengendalian diri. Kerap terlupakan dalam kondisi semacam itu adalah pendidikan karakter atau budi pekerti. Di satu sisi anak-anak mendapat halhal yang berkaitan dengan kejujuran, kebaikan moral, perilaku etis, tetapi anak akan segera berhadapan dengan anomali ketika berhadapan dengan kehidupan masyarakat pada umumnya. Anak-anak mendapat pengetahuan tidak boleh mencuri, mencontek, mengambil barang anak lain, tetapi begitu masuk dalam kehidupan nyata, anak menyaksikan beritaberita media demikian banyak orang bebas melakukan tindakan korupsi. Demikian halnya guru berulang-ulang mengajarkan tentang pacaran sehat tetapi apa yang terbaca dari media massa mengenai perilaku seks bebas masa kini yang sudah tidak dapat ditoleransi lagi. Oleh karenanya tak ayal pendidikan akan terus digugat relevansinya dalam masyarakat beradab belakangan ini. Gugatan terhadap kinerja guru boleh saja terus dipertanyakan ketika tidak mampu mendidik siswa/inya menjadi lebih tawakal, berperilaku santun sesuai harapan kebanyakan orang. Oleh karena itu, di tengah krisis nilai pendidikan perlu diorientasikan kembali menjadi pendidikan yang berpusat pada pembentukan budi pekerti peserta didik. Pertama, budi pekerti adalah memberikan kesempatan anak-anak berlatih menyediakan ruang kosong dalam hidupnya untuk masuk ke dalam pengalaman pribadi yang mendalam. Sekali waktu dalam sepekan anakanak diajak merefleksikan hidupnya. Nyaris tidak banyak di antara kita yang mengajak anak-anaknya merefleksikan hidupnya sendiri dan kemudian dihubungkan dengan tanggung jawab sosialnya sebagai pelajar. Kedua, dengan budi pekerti membuat anak-anak melihat persoalan-persoalan dalam hidup pada umumnya dalam kacamata hati. Ketika masyarakat pada umumnya terpola dalam budaya instan atau berpikir pendek, anak-anak perlu diajak berpikir dalam kerangka proses. Yang terjadi dalam ranah pendidikan kita sekarang anak-anak justru dibawa mengamini saja seluruh proses instan yang ada dalam masyarakat. Prakarya atau olah keterampilan, misalnya, mestinya anak-anak belajar seluruh proses secara mandiri. Ketiga, mengajak anak masuk lebih dalam hidupnya dengan membuat anak-anak mampu melihat persoalan dalam kacamata orang lain, bukan hanya berpusat pada dirinya sendiri. Mereka mempunyai naluri untuk bertemu orang, bukan hanya berkutat dengan gadget sebagaimana anak-anak zaman ini. Tetapi mereka belajar dari interaksi dengan sesama dan orang lain. Mereka akan lebih peka dan peduli pada kebutuhankebutuhan orang lain. Anak juga lebih mandiri karena belajar dari orang, bukan dari mesin atau robot. Ketidakmandirian tampak dari cara mereka bekerja dan menyikapi permasalahan. Yang terjadi sekarang ini prakarya dibeli di toko atau dibuatkan orang tua sehingga anak-anak tidak mengalami budaya proses. Hilangnya budaya proses ini menyebabkan anakanak memandang persoalan secara jangka pendek dan instan. Jika tidak bisa mengerjakan soal dalam ujian yang dilakukan adalah mencontek teman atau membawa contekan yang sudah disiapkan dari rumah dengan niat memang untuk mencontek. Jika harus membuat makalah tugas yang dilakukan adalah copas alias copy paste dari internet yang kini sudah sangat tersedia dengan bebas. Persoalan pendidikan memang tidak semata-mata membuat mereka pintar. Apakah orang tua yang memaksakan anaknya terus menjadi juara kelas sadar betul bahwa sekolah adalah ajang belajar hidup? Juga perusahaan-perusahaan yang hanya menerima para juara sekolah dengan indeks prestasi tinggi sudah benar dalam bertindak? Bukankah kebanyakan orang sukses bukan karena pintar atau juaranya tetapi bagaimana mampu mengolah hidupnya sehingga berarti bagi orang lain? Paulus Mujiran, Pendidik, Ketua Pelaksana Yayasan Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata Semarang Editor Gora Kunjana gora_kunjana Dapatkan info hot pilihan seputar ekonomi, keuangan, dan pasar modal dengan bergabung di channel Telegram "Official Lebih praktis, cepat, dan interaktif. Caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS PidatoTentang Hari Pendidikan. Contoh pidato peringatan hari besar nasional. Contoh pidato tentang hari pendidikan nasianal indonesia | berikut contoh pidato
Hari Pendidikan Nasional pada tahun ini akan diperingati dalam nuansa yang agak berbeda dari sebelumnya. Jika pada tahun-tahun sebelumnya Hari Pendidikan Nasional diperingati dengan upacara bendera terbatas karena pandemi Covid-19, saat ini bisa diperingati dengan upacara bendera normal seperti biasa. Di samping itu, Hari Pendidikan Nasional saat ini bersamaan dengan momen Idul Fitri 1444 Hijriah karena masih dalam nuansa bulan Syawal. Pandemi Covid-19 mengajarkan arti pentingnya kesabaran. Ruang gerak dibatasi, pergaulan dilimitasi, dan pertemuan diamputasi. Akan tetapi, hikmah di balik itu, terjadi perubahan masif dalam struktur kehidupan masyarakat. Orang jadi lebih melek teknologi dari sebelumnya yang buta teknologi. Media virtual yang sebelumnya tidak dikenal menjadi bagian penting dalam kehidupan. Pembelajaran yang selama ini harus tatap muka langsung, ternyata bisa dijalankan secara virtual dengan kreativitas masing-masing guru. Pengambilan keputusan di organisasi, birokrasi, perusahaan, dan lainnya dapat dilakukan secara virtual. Ramadan mengajarkan arti pentingnya kesabaran dan kesetaraan. Para ulama menyebut bulan Ramadan sebagai bulan tarbiyah pendidikan. Ketika umat Islam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, tidak sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga diperintahkan untuk menahan hawa nafsu. Menahan diri dari berkata kasar, berkata dusta, melangkah ke tempat yang tidak baik, menjaga pandangan dari hal-hal yang tidak baik, dan menjaga hati dari sifat iri, dengki, dan dendam. Ramadan juga mengajarkan pentingnya kesetaraan karena syariat berpuasa sama, baik untuk orang tua/muda, orang kaya/miskin, maupun atasan/bawahan. Dalam bulan Ramadan juga ada perintah mengeluarkan zakat bagi orang-orang yang memiliki harta berlebih yang harus dikeluarkan kepada orang-orang yang berkekurangan. Hal ini mengandung makna universal bahwa umat manusia diajarkan peduli dengan sesama. Islam mengajarkan kesetaraan yaitu bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah Swt adalah orang yang paling bertakwa QS. Al Hujurat 13. Pasca-Ramadan, yaitu bulan Syawal, yang secara etimologi bermakna peningkatan. Syawal mengajarkan akan pentingnya kesabaran dan persaudaraan. Tradisi mudik Lebaran yang biasanya dilakukan di Indonesia, mengandung esensi persaudaraan. Orang-orang yang bekerja di perantauan biasanya akan melakukan perjalanan pulang ke kampung halamannya pada saat menjelang Idul Fitri untuk merayakan Lebaran di kampung halaman. Tak jarang mereka membawa bekal oleh-oleh yang cukup banyak untuk dibagikan ke sanak famili di kampung. Kalau ditelaah lebih jauh sebetulnya para pemudik ini tidak hanya sekadar menyambung tali silaturahmi, melainkan ada makna yang lebih dalam yaitu rasa persaudaraan. Seperti apa pun keadaan di perantauan, saudara di kampung halaman harus merasakan kebahagiaan saat momen mudik itu tiba. Jika ditinjau dari pandangan Emile Durkheim, sosiolog asal Prancis, fenomena ini disebut sebagai solidaritas mekanis, yaitu solidaritas yang dibangun atas dasar rasa kekeluargaan. Jadi, fenomena mudik ke kampung halaman melahirkan bentuk keakraban yang mungkin tidak ditemukan di masyarakat urban. Hari Pendidikan Nasional pada tahun ini akan diperingati dalam nuansa yang agak berbeda dari sebelumnya. Jika pada tahun-tahun sebelumnya Hari Pendidikan Nasional diperingati dengan upacara bendera terbatas karena pandemi Covid-19, saat ini bisa diperingati dengan upacara bendera normal seperti biasa. Di samping itu, Hari Pendidikan Nasional saat ini bersamaan dengan momen Idul Fitri 1444 Hijriah karena masih dalam nuansa bulan Syawal. Pandemi Covid-19 mengajarkan arti pentingnya kesabaran. Ruang gerak dibatasi, pergaulan dilimitasi, dan pertemuan diamputasi. Akan tetapi, hikmah di balik itu, terjadi perubahan masif dalam struktur kehidupan masyarakat. Orang jadi lebih melek teknologi dari sebelumnya yang buta teknologi. Media virtual yang sebelumnya tidak dikenal menjadi bagian penting dalam kehidupan. Pembelajaran yang selama ini harus tatap muka langsung, ternyata bisa dijalankan secara virtual dengan kreativitas masing-masing guru. Pengambilan keputusan di organisasi, birokrasi, perusahaan, dan lainnya dapat dilakukan secara virtual. Ramadan mengajarkan arti pentingnya kesabaran dan kesetaraan. Para ulama menyebut bulan Ramadan sebagai bulan tarbiyah pendidikan. Ketika umat Islam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, tidak sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga diperintahkan untuk menahan hawa nafsu. Menahan diri dari berkata kasar, berkata dusta, melangkah ke tempat yang tidak baik, menjaga pandangan dari hal-hal yang tidak baik, dan menjaga hati dari sifat iri, dengki, dan dendam. Ramadan juga mengajarkan pentingnya kesetaraan karena syariat berpuasa sama, baik untuk orang tua/muda, orang kaya/miskin, maupun atasan/bawahan. Dalam bulan Ramadan juga ada perintah mengeluarkan zakat bagi orang-orang yang memiliki harta berlebih yang harus dikeluarkan kepada orang-orang yang berkekurangan. Hal ini mengandung makna universal bahwa umat manusia diajarkan peduli dengan sesama. Islam mengajarkan kesetaraan yaitu bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah Swt adalah orang yang paling bertakwa QS. Al Hujurat 13. Pasca-Ramadan, yaitu bulan Syawal, yang secara etimologi bermakna peningkatan. Syawal mengajarkan akan pentingnya kesabaran dan persaudaraan. Tradisi mudik Lebaran yang biasanya dilakukan di Indonesia, mengandung esensi persaudaraan. Orang-orang yang bekerja di perantauan biasanya akan melakukan perjalanan pulang ke kampung halamannya pada saat menjelang Idul Fitri untuk merayakan Lebaran di kampung halaman. Tak jarang mereka membawa bekal oleh-oleh yang cukup banyak untuk dibagikan ke sanak famili di kampung. Kalau ditelaah lebih jauh sebetulnya para pemudik ini tidak hanya sekadar menyambung tali silaturahmi, melainkan ada makna yang lebih dalam yaitu rasa persaudaraan. Seperti apa pun keadaan di perantauan, saudara di kampung halaman harus merasakan kebahagiaan saat momen mudik itu tiba. Jika ditinjau dari pandangan Emile Durkheim, sosiolog asal Prancis, fenomena ini disebut sebagai solidaritas mekanis, yaitu solidaritas yang dibangun atas dasar rasa kekeluargaan. Jadi, fenomena mudik ke kampung halaman melahirkan bentuk keakraban yang mungkin tidak ditemukan di masyarakat urban. Hari Pendidikan Nasional pada tahun ini akan diperingati dalam nuansa yang agak berbeda dari sebelumnya. Jika pada tahun-tahun sebelumnya Hari Pendidikan Nasional diperingati dengan upacara bendera terbatas karena pandemi Covid-19, saat ini bisa diperingati dengan upacara bendera normal seperti biasa. Di samping itu, Hari Pendidikan Nasional saat ini bersamaan dengan momen Idul Fitri 1444 Hijriah karena masih dalam nuansa bulan Syawal. Pandemi Covid-19 mengajarkan arti pentingnya kesabaran. Ruang gerak dibatasi, pergaulan dilimitasi, dan pertemuan diamputasi. Akan tetapi, hikmah di balik itu, terjadi perubahan masif dalam struktur kehidupan masyarakat. Orang jadi lebih melek teknologi dari sebelumnya yang buta teknologi. Media virtual yang sebelumnya tidak dikenal menjadi bagian penting dalam kehidupan. Pembelajaran yang selama ini harus tatap muka langsung, ternyata bisa dijalankan secara virtual dengan kreativitas masing-masing guru. Pengambilan keputusan di organisasi, birokrasi, perusahaan, dan lainnya dapat dilakukan secara virtual. Ramadan mengajarkan arti pentingnya kesabaran dan kesetaraan. Para ulama menyebut bulan Ramadan sebagai bulan tarbiyah pendidikan. Ketika umat Islam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, tidak sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga diperintahkan untuk menahan hawa nafsu. Menahan diri dari berkata kasar, berkata dusta, melangkah ke tempat yang tidak baik, menjaga pandangan dari hal-hal yang tidak baik, dan menjaga hati dari sifat iri, dengki, dan dendam. Ramadan juga mengajarkan pentingnya kesetaraan karena syariat berpuasa sama, baik untuk orang tua/muda, orang kaya/miskin, maupun atasan/bawahan. Dalam bulan Ramadan juga ada perintah mengeluarkan zakat bagi orang-orang yang memiliki harta berlebih yang harus dikeluarkan kepada orang-orang yang berkekurangan. Hal ini mengandung makna universal bahwa umat manusia diajarkan peduli dengan sesama. Islam mengajarkan kesetaraan yaitu bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah Swt adalah orang yang paling bertakwa QS. Al Hujurat 13. Pasca-Ramadan, yaitu bulan Syawal, yang secara etimologi bermakna peningkatan. Syawal mengajarkan akan pentingnya kesabaran dan persaudaraan. Tradisi mudik Lebaran yang biasanya dilakukan di Indonesia, mengandung esensi persaudaraan. Orang-orang yang bekerja di perantauan biasanya akan melakukan perjalanan pulang ke kampung halamannya pada saat menjelang Idul Fitri untuk merayakan Lebaran di kampung halaman. Tak jarang mereka membawa bekal oleh-oleh yang cukup banyak untuk dibagikan ke sanak famili di kampung. Kalau ditelaah lebih jauh sebetulnya para pemudik ini tidak hanya sekadar menyambung tali silaturahmi, melainkan ada makna yang lebih dalam yaitu rasa persaudaraan. Seperti apa pun keadaan di perantauan, saudara di kampung halaman harus merasakan kebahagiaan saat momen mudik itu tiba. Jika ditinjau dari pandangan Emile Durkheim, sosiolog asal Prancis, fenomena ini disebut sebagai solidaritas mekanis, yaitu solidaritas yang dibangun atas dasar rasa kekeluargaan. Jadi, fenomena mudik ke kampung halaman melahirkan bentuk keakraban yang mungkin tidak ditemukan di masyarakat urban.dnBX2jK.