mempengaruhikualitas air di Selat Bali adalah DO, Nitrat dan Fosfat. Nilai DO mengalami penurunan dibawah baku mutu, baik pada saat pasang, menuju pasang, surut dan menuju surut sebesar 1.850 – 2.227 mg/L, nilai nitrat di atas baku mutu sebesar 0.720 – 0.730 mg/L dan nilai fosfat di atas
Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Kelautan Volume 11, No. 2, 2018 ISSN 1907-9931 print, 2476-9991 online 130 PENGARUH PASANG SURUT TERHADAP DINAMIKA PERUBAHAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN TELUK BANTEN THE INFLUENCE OF SEA TIDES ON THE DYNAMICS OF MANGROVE FOREST CHANGES IN BANTEN BAY Wenang Anurogo1*, Muhammad Zainuddin Lubis1, Nurul Khakim2, Wikan Jaya Prihantarto3, Lingga Renggana Cannagia4 1Department of Informatics Engineering, Geomatics Engineering Politeknik Negeri Batam, Batam Riau Island Province, Indonesia, 29461 2Department of Geographic Information Science, Faculty of Geography Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara, Yogyakarta, Indonesia, 55281. 3Master Student Remote Sensing Departement Faculty of Geography Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara, Yogyakarta, Indonesia, 55281. 4Bachelor Student Department of Geographic, Muhammadiyah Surakarta University, Surakarta Indonesia, 57162 *Corresponding author e-mail wenang Submitted 27 Maret 2018 / Revised 20 Desember 2018 / Accepted 20 Desember 2018 ABSTRACT The extent of Indonesia's mangrove forest declines from the initial area of about million ha to million ha. The decline in the area of mangrove forest is most dominant due to the damage caused by human factors. Monitoring the extent of mangrove forest destruction by using conventional methods takes a long time and is expensive. Monitoring this level of damage is very important for the stakeholders in managing the mangrove forest area. Utilization of spatial data can facilitate and accelerate in interacting with objects found on the surface of the earth. Stages in this research outline include three parts, namely pre-field stage, field stage and post-field stage. The pre-field stage includes data collection to be used, image processing, and land cover identification in the research area for each year of image recording. The cover data of the extraction from remote sensing image data in each recording year is then separated from mangrove land cover data. The mangrove land cover data for the recording year 2017 is then used as the unit of analysis used as the reference base for information retrieval in the field by using the sample. The post-field stage is intended to process the data collected, statistical analysis, test the accuracy of the results of changes and assess the capabilities of remote sensing images in identifying mangrove forests and transfer of their utility functions. The mangrove forest in Banten regency is about Ha. The largest spread of mangrove forest is in Tirtayasa and Pontang sub-districts. The two sub-districts have a percentage value of and of the total mangrove forest area in Banten Bay. The smallest extent of distribution is in Kramatwatu District which is only about or Ha of the total area of mangrove forest in Banten Bay. Keywords Mangrove, Dynamics of mangrove changes, Spatial Data, Tidal ABSTRAK Luas hutan mangrove Indonesia menurun sekitar 4,5 juta ha menjadi 1,9 juta ha. Penurunan luas hutan mangrove paling dominan disebabkan oleh faktor manusia. Pemantauan tingkat kerusakan hutan mangrove dengan menggunakan metode konvensional memakan waktu lama dan mahal. Pemantauan tingkat kerusakan ini sangat penting bagi para stakeholder dalam mengelola kawasan hutan mangrove. Pemanfaatan data spasial dapat memudahkan dan mempercepat interaksi dengan benda-benda di permukaan bumi. Tahapan dalam penelitian ini meliputi tiga bagian, yaitu tahap pre-field, field dan post-field. Tahap pre-field termasuk pengumpulan data, pengolahan gambar, dan identifikasi tutupan lahan di daerah penelitian untuk setiap tahunnya. Data tutupan ekstraksi dari data citra penginderaan jauh di setiap tahun kemudian dipisahkan dari data tutupan lahan mangrove. Data tutupan lahan mangrove untuk tahun pencatatan 2017 digunakan sebagai unit analisis yang Jurnal Kelautan, 112, 130-139 2018 131 digunakan sebagai basis referensi untuk pengambilan informasi di lapangan . Tahap post-field dimaksudkan untuk memproses data yang dikumpulkan, analisis statistik, menguji keakuratan hasil perubahan dan menilai kemampuan gambar penginderaan jauh dalam mengidentifikasi hutan mangrove dan transfer fungsi utilitas mereka. Luas hutan mangrove di Kabupaten Banten sekitar 681,86 Ha. Penyebaran hutan mangrove terbesar adalah di kecamatan Tirtayasa dan Pontang. Kedua kawasan tersebut memiliki nilai persentase 29,75% dan 28,46% dari total luas hutan mangrove di Teluk Banten. Tingkat distribusi terkecil adalah Kabupaten Kramatwatu yang hanya sekitar 3,11% atau 21,19 Ha dari total luas hutan mangrove di Teluk Banten. Kata kunci Mangrove, Dinamika perubahan mangrove, Data Spasial, Pasang Surut PENDAHULUAN Indonesia terletak pada daerah tropis yang merupakan tempat yang tepat untuk tumbuhnya tanaman. Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memiliki banyak potensi sumberdaya hutan dan salah satunya adalah hutan mangrove. Potensi hutan mangrove Indonesia cukup besar, Indonesia memiliki luas hutan mangrove terbesar di dunia. Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove Asia Tenggara, dan dari sekitar juta ha hutan mangrove yang ada didunia, sekitar 27% atau sekitar juta Ha Kusmana, 1996; Wahyuni & Suryawan, 2012. Ekosistem mangrove yang terdapat di Indonesia mempunyai keanekaragaman jenis yang tertinggi didunia, dari beberapa macam jenis mangrove di Indonesia, banyak ditemukan antara lain jenis api-api Avecennia sp, bakau Rhizophora sp, tancang Bruguiera sp, dan pedada Sonneratia sp. Persebaran tanaman mangrove di Indonesia terutama berada pada wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan lain-lain Anurogo et al., 2015. Hutan mangrove Indonesia menurun dari luas awal sekitar juta ha menjadi juta ha. Penurunan luas hutan mangrove terjadi paling dominan karena kerusakan yang disebabkan oleh faktor manusia, seperti alih tata guna lahan mangrove menjadi lahan tambak, ekploitasi kayu mangrove untuk kayu bakar dan arang khususnya untuk jenis Rhizopora spp, Avicennia Marina spp, dan Bruguiera spp. Jenis Rhizopora spp, Avicennia Marina spp dan Bruguiera spp sering dimanfaatkan sebagai arang dan kayu bakar, karena arang dari jenis-jenis tersebut memiliki nilai kalor yang tinggi yaitu sekitar kkal/kg – kkal/kg FAO, 1994; Anurogo et al., 2015. Masalah yang ditimbulkan akibat berkurangnya luasan hutan mangrove adalah terjadinya erosi yang disebabkan oleh air laut atau dengan ombak laut Khoirunnisa et al., 2017, pemanasan global, serta rusaknya ekosistem hutan mangrove yang mengakibatkan berkurangnya habitat mahluk hidup yang berada pada ekosistem hutan mangrove. Ekosistem mangrove adalah salah satu obyek yang bisa di indentifikasi dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. Posisi ekosistem mangrove yang terdapat pada peralihan darat dan laut memberikan pola pantulan perekaman yang khas jika dibandingkan obyek vegetasi yang terdapat didarat. Efek perekaman tersebut sangat erat kaitannya dengan karakteritik spektral ekosistem mangrove, hingga dalam identifikasi memerlukan suatu transformasi tersendiri. Dewasa ini, pemanfaatan hutan untuk pemenuhan kebutuhan sehari – hari semakin bertambah seiring dengan meningkatnya populasi penduduk. Pemanfaatan ini lebih berupa perubahan fungsi kawasan untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat atau lebih sering dikenal dengan alih fungsi kawasan. Alih fungsi kawasan hutan ini tidak terkecuali terjadi pada kawasan hutan mangrove. Pemanfaatan mangrove untuk memenuhi kebutuhan manusia dikategorikan sebagai pemanfaatan ekosistem keseluruhan dilihat dari segi ekologi serta pemanfaatan untuk produk yang dihasilkan ekosistem tersebut dilihat dari nilai sosial ekonomi dan budaya. Masyarakat setempat secara tradisional menggunakan mangrove untuk memenuhi berbagai keperluan. Pemanfaatan oleh masyarakat lokal ini masih berbasiskan kelestarian alam, akan tetapi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan terjadinya pemanfaatan dan kerusakan yang tidak terbaharukan pada sumber daya ini Setyawan & Winarno, 2006. Pemantauan tingkat kerusakan hutan mangrove dengan menggunakan cara konvensional membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang mahal. Pemantauan tingkat kerusakan ini sangat penting untuk para pemangku kepentingan dalam mengelola kawasan hutan mangrove. Pemanfaatan data spasial dapat mempermudah dan mempercepat dalam berinteraksi dengan objek yang terdapat dipermukaan bumi Anurogo et al, 2017; Lubis et al., 2017. Data spasial tersebut didapatkan dari data citra penginderaan jauh. Penginderaan jauh merupakan ilmu yang mempelajari tentang Anurogo et al., Pengaruh Pasang Surut 132 objek yang berada di permukaan bumi, tanpa bersentuhan langsung dengan objek yang dipelajari Danoedoro, 2012. Perkembangan teknologi penginderaan jauh saat ini semakin maju seiring dengan bertambah banyaknya data dalam berbagai sistem dan wahana, yang memungkinkan untuk memperoleh informasi dari objek yang akan dikaji semakin kompleks. Berkembangnya teknologi penginderaan jauh ini juga menyebabkan penginderaan jauh semakin umum digunakan dalam berbagai macam penelitian dan juga memberikan manfaat yang semakin banyak bagi kehidupan masyarakat. Salah satu manfaat dari penginderaan jauh adalah dalam membantu memecahkan permasalahan lingkungan sering terjadi di permukaan bumi. Adanya konsep dalam penginderaan jauh yang menerangkan bahwa masing-masing objek dimuka bumi ini memiliki karakteristik pantulan spektral yang khas terhadap sumber energi yang datang, memungkinkan studi vegetasi ini dilakukan Anurogo & Murti, 2013; Wahyuni, 2014. MATERI DAN METODE Metode penelitian ini adalah suatu tahapan yang harus dilakukan dalam penelitian untuk menyelesaikan tujuan akhir yang ingin dicapai termasuk juga pendeskripsian kebutuhan alat dan bahan yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Data penginderaan jauh memungkinkan untuk memperoleh data yang relatif baru, cepat dan akurat. Penelitian ini menggunakan citra Landsat 7 ETM+ tahun 2003 dan Landsat 8 OLI tahun 2017 dimana data citra akan digunakan untuk memantau tingkat perubahan tutupan lahan hutan mangrove dan dipadukan dengan data lapangan untuk informasi yang tidak dapat diambil dari data citra penginderaan jauh. Teluk Banten yang dalam kajian ini merupakan wilayah yang menjadi fokus kajian secara geografis terletak pada 5043’00”-60520” LS dan 106000’00”-106025’03” BT. Daerah ini berbatasan dengan G. Gede 595 m di bagian Barat yang berada di Kecamatan Bojonegara, Delta Ciujung dan Ciwandan di bagian Timur yang termasuk dalam Kecamatan Tirtayasa dan Carenang. Batas ke arah daratan adalah lereng Utara G. Pakembaran 492 m dan G. Batukaru 478 m, sedangkan dataran aluvial di Kecamatan Keragilan dan Carenang sebagai batas paling Timur yang berbatasan dengan Kabupaten Tanggerang. Teluk Banten adalah bagian dari dataran aluvial Pantai Utara Jawa, yang dimulai dari Cirebon di bagian Timur, dengan lebar berkisar 30 km dari pantai ke arah darat dan pada daerah ujung Barat sebarannya menyempit 125 m Jaya, 2010. Loakasi daerah penelitian ditampilkan pada gambar 1. Lokasi Penelitian Teluk Banten Jurnal Kelautan, 112, 130-139 2018 133 Tahapan dalam penelitian ini secara garis besar meliputi tiga bagian yaitu tahap pra – lapangan, tahap lapangan dan tahap pasca lapangan. Tahap pra – lapangan meliputi pengumpulan data yang akan digunakan, pemrosesan citra, dan identifikasi tutupan lahan yang terdapat pada daerah penelitian pada masing masing tahun perekaman citra. data penutup lahan hasil ekstraksi dari data citra penginderaan jauh pada masing – masing tahun perekaman tersebut kemudian dipisahkan untuk data tutupan lahan mangrove. Data tutupan lahan mangrove tahun perekaman 2017 kemudian dijadikan sebagai unit analisis yang digunakan sebagai dasar acuan untuk pengambilan informasi dilapangan dengan menggunakan sampel. Tahap lapangan bertujuan untuk memperoleh informasi dari sampel yang telah ditentukan sebelumnya. Tahap pasca – lapangan ditujukan untuk mengolah data yang telah dikumpulkan, analisis statistik, menguji akurasi hasil perubahan dan mengkaji kemampuan citra penginderaan jauh dalam melakukan identifikasi hutan mangrove dan alih fungsi pemanfaatannya serta perubahan luasan hutan mangrove. Kerangka penelitian ditampilkan dalam gambar 2. Gambar 2. Kerangka umum penelitian Data citra penginderaan jauh pertama sebelum dilakukan ektraksi data, terlebih dahulu dilakukan koreksi geometrik yang berfungsi memberikan acuan koordinat yang sesuai dengan koordinat asli dilapangan sehingga mempermudah dalam melakukan pekerjaan lapangan Anurogo et al., 2015. Adanya sumber-sumber distorsi geometrik selama akuisisi citra seperti pengaruh rotasi bumi, kelengkungan bumi, kecepatan scanning dari beberapa sensor yang tidak normal, dan efek panoramik menyebabkan posisi setiap objek di citra tidak sama dengan posisi geografis permukaan bumi yang sebenarnya. Untuk mengkoreksi distorsi tersebut dilakukan dua tahapan Gonzalez, 1977, yaitu menentukan fungsi transformasi dan melakukan resampling citra. Pada koreksi ini diperlukan data titik kontrol tanah atau Ground Control Point GCP yang bisa diekstraksi dari peta topografi dan pet rupabumi ataupun dengan memanfaatkan Global Positioning System GPS. Tujuan dari koreksi geometrik adalah untuk meletakkan elemen citra pada posisi planimetrik x dan y yang seharusnya agar sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Tahapan selanjutnya setelah dilakukan koreksi geometrik adalah pemotongan atau masking citra. Masking citra ini bertujuan untuk memperkecil wilayah cakupan citra pada daerah yang akan diteliti saja. Proses pemotongan citra ini menggunakan data vektor yang telah dibuat untuk membatasi lokasi daerah penelitian. Data yang sudah terkoreksi secara geometrik tersebut kemudian dilakukan koreksi radiometrik yang bertujuan untuk mengembalikan nilai pantulan spektral pada objek yang terekam sehingga didapatkan pantulan spektral objek yang sesungguhnya Sativa et al., 2016. Koreksi radiometrik adalah Dinamika Perubahan Kawasan Hutan Mangrove Pengaruh Pasang Surut terhadap dinamika perubahan kawasan Anurogo et al., Pengaruh Pasang Surut 134 juga merupakan salah satu dari langkah pemrosesan awal dimana efek kesalahan sensor dan faktor lingkungan atau faktor gangguan atmosfer dihilangkan. Biasanya koreksi ini mengubah nilai DN Digital Number yang terkena efek atmosferik. Data tambahan yang dikumpulkan pada waktu perekaman merupakan data yang digunakan sebagai alat kalibrasi dalam melakukan koreksi radiometrik ini Anurogo et al., 2015. Tahapan koreksi radiometric ditunjukkan pada gambar 3. Tahapan Koreksi Radiometrik Putra & Khakhim, 2016 Data hasil koreksi tersebut kemudian baru bisa diolah untuk mencapai tujuan dari penelitian ini. Tahapan selanjutnya setelah koreksi adalah mengklasifikasikan penutup lahan pada daerah penelitian. Klasifikasi penutup lahan yang dilakukan adalah untuk membagi kelas hutan mangrove dan non mangrove. Klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi multispectral untuk membedakan kedua kelas tersebut. Klasifikasi multispektral merupakan suatu algoritma yang dirancang untuk menurunkan informasi tematik dengan cara mengelompokkan fenomena berdasarkan kriteria tertentu Danoedoro, 2012. Algoritma klasifikasi sederhana memuat langkah-langkah sebagai berikut 1 menentukan nilai spektral representatif tiap obyek dengan carasampling. Sampling yang dibuat dapat digunakan untuk mengenali obyek, 2 menempatkan nilai representatif obyek sampel pada diagram multidimensional, 3 pengambilan keputusan berupa perhitungan seluruh nilai piksel dan memasukkan ke dalam kelas yang tersedia Anurogo & Murti, 2013. Metode klasifikasi yang digunakan adalah maximum likelihood algorithm algoritma kemiripan maksimum, yaitu algoritma yang secara statistik obyek homogen selalu menampilkan histogram yang terdistribusi normal Bayesian Danoedoro, 2012. Banyaknya sampel sebagai training area sangat membantu dalam membedakan obyek. Pembuatan training area dapat dilakukan dengan membuat ROI Region of Interest Frananda et al., 2015. Data yang dilakukan pengolahan ini untuk kedua tahun perekaman sehingga dapat diketahui perubahan dari kawasan hutan mangrove, sehingga dapat dibuat alih fungsi kawasan yang terdapat di daerah penelitian. Data tersebut juga yang akan digunakan sebagai acuan untuk mengambil informasi di lapangan validasi lapangan. Pengambilan informasi dilapangan menggunakan metode sampling supaya lebih mempersingkat waktu. Sampel yang diambil harus mewakili dari keseluruhan populasi Harjadi, 2016. Metode sampling yang digunakan adalah stratified sampling atau model sampel berstrata. Pengambilan sampel berstrata merupakan teknik pengambilan sampel dimana populasi dikelompokan dalam strata tertentu kemudian diambil sampel dengan proporsi yg seimbang sesuai dgn posisi dalam populasi Anurogo et al., 2015. Survei lapangan dilakukan untuk memvalidasi data hasil klasifikasi yang sudah dilakukan pada tahap pra-lapangan. Survei lapangan mencakup seluruh bagian daerah kajian mangrove dan non mangrove yang akan dijadikan sebagai daerah konservasi mangrove hasil interpretasi visual. Data pasang surut diambil dari Dinas Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut. Data yang digunakan disesuaikan dengan bulan perekaman citra yaitu bulan mei 2017. Data pasang surut tersebut kemudian digunakan sebagai pembuatan data tentatif tentang pengaruh pasang surut air laut terhadap Jurnal Kelautan, 112, 130-139 2018 135 dinamika perubahan hutan mangrove yang terdapat di teluk Banten. Data tentatif tersebut kemudian dijadikan acuan untuk pengambilan sampel dilapangan sehingga data yang dibuatkan model dapat benar-benar merepresantasikan kenampakan yang ada dilapangan. Survei lapangan yang dilakukan berdasarkan hasil klasifikasi untuk obyek yang dimaksudkan sebagai tanaman mangrove maupun daerah konservasinya. Survei dilakuakn pada daerah pesisir Teluk Banten dengan cakupan khusus pada daerah utara kawasan ini, yang mencakup bagian pesisir yang dilanjutkan pada pulau-pulau kecil disekitar Teluk Banten yang masih termasuk kedalam daerah Pulau-pulau kecil yang masih menjadi cakupan dalam wilayah penelitian ialah pulau Pamujan Kecil, pulau Pamujan Besar, dan pulau Panjang. Survey lapanngan ini dilakukan untuk memvalidasi hasil interpretasi citra yang dilakukan dilaboratorium, sehingga informasi-informasi yang diperoleh dari hasil lapangan juga diperuntukkan untuk hasil-hasil lain yang tidak dapat diturunkan oleh citra penginderaan jauh, hasil tersebut diperoleh melalui pengukuran secara terestris, sedangkan data sekunder pendukung tentang objek kajian diperoleh dari dinas atau instansi – instansi terkait. Skema survey lapangan pada hutan mangrove ditampilkan pada gambar 4. Gambar 4. Sketsa transek lapangan yang dilakukan Anurogo et al, 2015 Pasca survei lapangan, data lapangan ditambahkan kedalam hasil klasifikasi dan dijadikan parameter pendukung untuk informasi alih fungsi kawasan dan perubahan hutan mangrove. Koreksi yang dilakukan pada hasil survei lapangan ialah pada daerah pesisir yang menunjukkan antara tanaman mangrove atau non-mangrove yang masih bergabung dalam satu kawasan, sehingga untuk membedakannya menjadi sulit, untuk itu hasil dari survei lapangan memberikan hasil berupa batasan dari tanaman mangrove dan non mangrove, sehingga dapat diukur seberapa besar tanaman mangrove yang ada pada daerah pesisir Teluk Banten. Hasil validasi data tersebut kemudian dituangkan kedalam table matriks kesalahan confusion matrix guna mengetahui tingkat kebenaran dari data klasifikasi yang sudah dibuat serta ditambahkan informasi alih fungsi kawasan guna dijadikan sebagai acuan penyebab kerusakan hutan mangrove selain akibat abrasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Data utama yang digunakan pada penelitian ini adalah data Landsat 7 ETM+ tahun 2003 dan Landsat 8 OLI TIRS tahun 2017. Data pendukung yang digunakan adalah gambar hasil gambar Google Earth dan data pasang surut dari dinas hidro-oseanografi. Sebelum dapat digunakan, data – data tersebut harus mengalami proses koreksi terlebih dahulu. Data Landsat, baik Landsat 7 ETM+ tahun 2003 maupun data Landsat 8 OLI TIRS tahun 2017 harus dikoreksi geometrik dan radiometrik sedangkan untuk gambar hasil download dari google earth hanya dilakukan koreksi geometrik. hal ini dikarenakan gambar dari google earth digunakan sebatas untuk interpretasi visual, sedangkan untuk data pasang surut dimasukkan dan dibuat model pasang surut yang terdapat pada daerah penelitian. Interpretasi Visual ini ditujukan agar dapat diketahui batasan hutan mangrove yang ada pada daerah kajian, baik untuk kawasan hutan mangrove tahun 2003 maupun kawasan hutan mangrove tahun 2017. Interpretasi visual ini dilakukan dengan data bantuan dari google earth yang mana merupakan kompilasi dari berbagai macam citra resolusi tinggi dan acuan dari data yang didapatkan dari dinas setempat. Anurogo et al., Pengaruh Pasang Surut 136 Hasil dari interpretasi visual ini adalah batasan hutan mangrove yang terdapat pada daerah kajian pada kedua tahun kajian penelitian. Dari data hasil interpretasi visual inilah diketahui bahwa hutan mangrove pada daerah kajian ada yang mengalami penambahan dan pengurangan luasan. Didapatkan juga dari hasil tumpang susun overlay dari kedua hasil data tersebut, bahwa pengurangan dan penambahan luas hutan mangrove tersebut sebagian disebabkan akan adanya penambahan dan pengurangan garis pantai. Sehingga pada suatu area diketahui bahwa mangrove bertambah dan berkurang berbanding lurus dengan pertambahan dan pengurangan garis pantai pada daerah kajian jika dilihat secara visual dan belum memperhatikan parameter – parameter yang berkaitan. Salah satu parameter yang bias digunakan dalam memperhatikan perubahan tersebut adalah data pasang surut yang didapatkan dari dinas hidros. Gambar 5. Perbedaan mangrove dan non-mangrove pada citra Landsat pada saluran Inframerah Dekat Hasil data analisis pasang surut air laut menunjukaan data 29 hari yang kemudian data tersebut diolah dengan metode admiralty ditunjukkan pada gambar 6. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai rerata muka air laut /mean sea level MSL adalah 60 cm sedangkan muka laut terendah 20cm dan muka laut terting 80 cm. Data tersebut diukur pada lokasi yang mempunyai tingkat kerusakan mangrove yang cukup besar. Hasil analisa pasang surut yang diperoleh pada Gambar 6 menunjukkan tipe pasang surut harmonik yaitu bertipe campuran condong ke ganda. Kondisik fisik pada tinggi muka air laut tersebut jelas terlihat mendominasi yaitu pada tanggal 10 sampai 16 2Mei 2017. Gambar 6. Grafik tidal kondisi pasang surut di daerah penelitian Jurnal Kelautan, 112, 130-139 2018 137 Hasil analisis menunjukkan bahwa hutan mangrove yang terdapat di Teluk Banten Kabupaten Serang sekitar 681,86 Ha. Luasan tersebut didapatkan dari hasil interpretasi. Hasil interpretasi tersebut juga dapat mengetahui persebaran dari hutan mangrove yang terdapat pada daerah penelitian. Persebaran hutan mangrove yang paling besar terdapat pada Kecamatan Tirtayasa dan Kecamatan Pontang. Kedua Kecamatan tersebut masing – masing berturut – turut mempunyai nilai presentase dan dari keseluruhan luasan hutan mangrove yang ada di Teluk Banten. Sebaran luasan terkecil terdapat pada Kecamatan Kramatwatu yakni hanya sekitar atau Ha dari keseluruhan luasan hutan mangrove yang terdapat di Teluk Banten. Kondisi mangrove ini selain distribusi dan sebaran hutan mangrove juga dideskripsikan dalam tingkat kekritisan dari hutan mangrove yang terdapat di Teluk Banten. Variabel yang digunakan dalam melakukan identifikasi tingkat kekritisan hutan mangrove ini menggunakan Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis Mangrove yang dikeluarkan Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan pada tahun 2005. Variabel tersebut meliputi penggunaan lahan, kerpatan tajuk, dan ketahanan terhadap abrasi. Penggunaan lahan yang ada di Teluk Banten mayoritas merupakan rataan pasang surut Kecamatan Pontang, Kecamatan Tirtayasa yang didominasi lahan berupa tambak. Penggunaan lahan lain yang terdapat di Teluk Banten adalah semak belukar, kebun campur, sawah tadah hujan, permukiman, rawa. Kondisi kerapatan tajuk sebagian besar Hutan mangrove yang terdapat di daerah kajian merupakan tajuk yang mempunyai kerapatan lebat 70 – 100%. Kerapatan tajuk lebat ini pada umumnya terdapat pada tengah hutan mangrove yang ada di Teluk Banten. Ketahanan terhadap abrasi terkait dengan tekstur tanah. Di sebagian besar pesisir Kabupaten Serang, terutama di bagian selatan dan timur Teluk Banten, tanahnya bertekstur halus yang menjadi karakter dari tanah lempung. Di beberapa lokasi, ditemukan tekstur tanah yang kasar pasir. Akan tetapi, persentase tektur tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan tekstur yang lebih halus debu dan lempung. Tingkat kerusakan diklasifikasikan menjadi 3 kelas yakni tidak rusak, rusak dan rusak berat. Dilihat dari variabel yang diguanakan, diketahui bahwa sebagian besar hutan mangrove di daerah penelitian termasuk dalam kondisi rusak berat. Faktor utama yang menjadikan hutan mangrove pada daerah penelitian rusak berat adalah variabel penggunaan lahan yang terdapat pada daerah tersebut. Penggunaan lahan di derah penelitian ini didominasi oleh lahan tambak, sementara pada perhitungan penentuan lahan kritis, variabel penggunaan lahan mempunyai bobot paling banyak. Tabel Presentase Kelas Kekritisan Hutan mangrove ditunjukkan pada table 1. Tabel 1. Presentase Kelas kerusakan Hutan mangrove Pengaruh pasang surut terhadap perubahan kawasan hutan mangrove adalah kawasan hutan mangrove semakin besar kerusakannya apabila terjadi peningkatan tinggi muka air laut dengan nilai Mean Sea Level MSL yang tinggi. Keadaan ini dapat mendorong terjadinya abrasi di daerah pesisir laut yang ada disekitarnya, yang mampu mengikis dan membawa sedimen pada daerah pesisir laut. Dengan adanya gelombang arus yang cukup besar dapat mengakibatkan tidak mampunya substrat sebagai penyimpan makanan dalam tumbuhan laut mangrove, sehingga tidak dapat lagi dijadikan sebagai tempat hidup. Dengan adanya tinggi gelombang yang dihasilkan dapat mendorong terjadinya abrasi laut. Hal ini jelas mangrove sudah tidak mampu lagi hidup di daerah tersebut dengan factor oseanografi fisik dalam gerak harmonic dan tinggi muka air laut yang dapat dilihat pada Gambar 5. KESIMPULAN DAN SARAN Hutan mangrove yang terdapat di Teluk Banten Kabupaten Serang sekitar 681,86 Ha. Luasan tersebut didapatkan dari hasil interpretasi. Hasil interpretasi tersebut juga dapat mengetahui persebaran dari hutan mangrove yang terdapat pada daerah penelitian. Persebaran hutan mangrove yang paling besar terdapat pada Kecamatan Tirtayasa dan Kecamatan Pontang. Anurogo et al., Pengaruh Pasang Surut 138 Kedua Kecamatan tersebut masing – masing berturut – turut mempunyai nilai presentase dan dari keseluruhan luasan hutan mangrove yang ada di Teluk Banten. Sebaran luasan terkecil terdapat pada Kecamatan Kramatwatu yakni hanya sekitar atau Ha dari keseluruhan luasan hutan mangrove yang terdapat di Teluk Banten. Pengaruh pasang surut terhadap perubahan kawasan hutan mangrove adalah kawasan hutan mangrove semakin besar kerusakannya apabila terjadi peningkatan tinggi muka air laut dengan nilai Mean Sea Level MSL yang tinggi. Keadaan ini dapat mendorong terjadinya abrasi di daerah pesisir laut yang ada disekitarnya, yang mampu mengikis dan membawa sedimen pada daerah pesisir laut. Dengan adanya gelombang arus yang cukup besar dapat mengakibatkan tidak mampunya substrat sebagai penyimpan makanan dalam tumbuhan laut mangrove, sehingga tidak dapat lagi dijadikan sebagai tempat hidup. Dengan adanya tinggi gelombang yang dihasilkan dapat mendorong terjadinya abrasi laut. DAFTAR PUSTAKA Anurogo, W., Murti, S. H., & Khakhim, N. 2015. Analisis Perubahan Hutan Mangrove Dalam Penentuan Kawasan Rehabilitasi Dan Perubahan Stok Karbon Menggunakan Data Penginderaan Jauh Di Teluk Banten, Serang Provinsi Banten Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada. Anurogo, W., & Murti, S. H. 2013. Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Estimasi Produksi Tanaman Karet Hevea Brasiliensis DI KOTA SALATIGA, JAWA TENGAH. Anurogo, W., Lubis, M. Z., Khoirunnisa, H., Pamungkas, D. S., Hanafi, A., Rizki, F., ... & Lukitasari, C. A. 2017. A Simple Aerial Photogrammetric Mapping System Overview and Image Acquisition Using Unmanned Aerial Vehicles UAVs. Journal Of Applied Geospatial Information, 101, 11-18. Danoedoro, P. 2012. Pengantar penginderaan jauh digital. Yogyakarta Andi. FAO. 1994. Mangrove Forest Management Guidelines. FAO Rome, p. 319. Frananda, H., Hartono, H., & Jatmiko, R. H. 2015. Komparasi Indeks Vegetasi Untuk Estimasi Stok Karbon Hutan Mangrove Kawasan Segoro Anak Pada Kawasan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi, Jawa Timur. Majalah Ilmiah Globe, 172, 113-123. Gonzalez-Alonso, F., Cuevas, J. M., Arbiol, R., & Baulies, X. 1997. Remote sensing and agricultural statistics crop area estimation in north-eastern Spain through diachronic Landsat TM and ground sample data. International Journal of Remote Sensing, 182, 467-470. Harjadi, B. 2016, May. Aplikasi Penginderan Jauh dan SIG untuk Penetapan Tingkat Kemampuan Penggunaan Lahan KPL Studi Kasus di DAS Nawagaon Maskara, Saharanpur-India. In Forum Geografi Vol. 21, No. 1. Jaya, I. N. S. K. 2010. Morfodinamika kepesisiran teluk Banten dengan menggunakan citra pengindraan jauh multitemporal. Text. Khoirunnisa, H., Lubis, M. Z., & Anurogo, W. 2017. The Characteristics of Significant Wave Height and Sea Surface Temperature In The Sunda Strait. Geospatial Information, 11. Kusmana, C. 1996. Nilai ekologis ekosistem hutan mangrove. Lubis, M. Z., Anurogo, W., Gustin, O., Hanafi, A., Timbang, D., Rizki, F., ... & Taki, H. M. 2017. Interactive modelling of buildings in Google Earth and GIS A 3D tool for Urban Planning Tunjuk Island, Indonesia. Journal of Applied Geospatial Information, 12, 44-48. Putra, A. C. P., & Khakhim, N. 2016. Pemetaan Kerapatan Kanopi Hutan Mangrove Menggunakan Citra Landsat-8 Oli Di Wilayah Pengelolaan Resort Grajagan, Taman Nasional Alas Purwo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada. Sativa, D. Y., Danoedoro, P., & Murti, S. H. 2016. Model Pemetaan Sawah Lestari Berbasis Citra Landsat 8 Ldcm Di Kabupaten Sleman Yogyakarta Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada. Setyawan, A. D., & W inarno, K. 2006. Pemanfaatan langsung ekosistem mangrove di Jawa Tengah dan penggunaan lahan di sekitarnya; kerusakan dan upaya restorasinya. Biodiversitas, 73, 282-291. Wahyuni, N. I., & Suryawan, A. 2012. Cadangan Karbon Hutan Mangorve di Sulawesi Utara antara Tahun 2000-2009. Balai Penelitian Kehutanan. Manado. Wahyuni, N. I. 2014. The Utilization of ALOS PALSAR Image to Estimate Natural Forest Biomass Case Study at Bogani Jurnal Kelautan, 112, 130-139 2018 139 Nani Wartabone National Park Pemanfaatan Citra ALOS PALSAR dalam Menduga Biomasa Hutan Alam Studi Kasus di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Jurnal Wasian, 11, 15-22. Widyati, E. 2011. Kajian optimasi pengelolaan lahan gambut dan isu perubahan iklim. Tekno Hutan Tanaman, 42, 57-68. ... Luas total hutan mangrove mencakup 75% wilayah pesisir Indonesia Anurogo et al, 2018. Namun, tidak semua mangrove di Indonesia dalam kondisi baik. ...... Pemanfaatan data spasial melalui citra satelit dapat mempermudah dan mempercepat dalam berinteraksi dengan objek yang terdapat dipermukaan bumi Anurogo et al., 2018. Salah satu cara pengamatan dinamika luasan mangrove adalah dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. ...Berbak Sembilang National Park of South Sumatra Region BSNP South Sumatera is the largest mangrove ecosystem in the western part of Indonesia. Monitoring of mangrove coverage in BSNP South Sumatera carried out using Landsat-8 imagery data based on NDVI values Normalized Difference Vegetation Index integrated with mangrove LAI Leaf Area Index data. The research purpose was to analyze the mangrove coverage and mapping the density of the mangrove vegetation canopy with the integration of remote sensing data and LAI. This research conducted field survey with LAI measurement of mangrove canopy coverage and integrated with remote sensing data to validate map. The determination and correlation coefficient of NDVI and LAI value of canopy coverage was high R2 = ; r = results of research indicated that the overall distribution of the mangrove area was 94, ha. The NDVI image integration map with LAI resulted in 4 mangrove canopy density classes consisted of rare canopy ha ; moderately dense canopy 1, ha ; dense canopy 35, ha ; 37%, and very dense canopy 57, ha ; Taman Nasional Berbak Sembilang wilayah Sumatera Selatan TNBS Sumsel merupakan kawasan ekosistem mangrove terluas di wilayah Indonesia bagian barat. Pemantauan kerapatan kanopi vegetasi mangrove di TNBS Sumsel dilakukan menggunakan data Citra Landsat-8 berdasarkan nilai NDVI Normalized Difference Vegetation Index yang diintegrasikan dengan data LAI Leaf Area Index mangrove di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tutupan vegetasi mangrove dan memetakan sebaran kerapatan kanopi mangrove dengan integrasi data penginderaan jauh dan LAI. Penelitian ini menggunakan metode pengolahan data survei lapangan dan hasil pengolahan citra satelit. Nilai koefisien determinasi dan korelasi antara nilai NDVI dengan nilai LAI tutupan Kanopi di Lapangan dikategorikan tinggi R2 = 0,69 ; r = 83,07. Hasil penelitian menunjukkan tutupan mangrove secara keseluruhan seluas ha. Peta integrasi citra NDVI dengan LAI mangrove di lapangan menghasilkan 4 kelas kerapatan kanopi mangrove yakni kanopi jarang seluas 688,80 ha 0,73%, kanopi sedang seluas ha 1,2%, kanopi lebat seluas ha 37%, dan kanopi sangat lebat seluas ha 61,07%. Hendry FranandaHartonoHeru JatmikoEstimasi kandungan karbon kawasaan hutan mangrove sering dilakukan dengan memanfaatkan transformasi indeks vegetasi, dimana nilai yang diperoleh merupakan gabungan dari beberapa saluran pada citra untuk menonjolkan kenampakan vegetasi. Sulitnya medan hutan mangrove menjadikan transformasi indeks vegetasi sebagai salah satu cara efektif untuk mengestimasi karbon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana data penginderaan jauh dapat dimanfaatkan dalam mengestimasi kandungan karbon pada hutan mangrove, dan untuk mengetahui transformasi indeks vegetasi terbaik dalam mengestimasi kandungan karbon hutan mangrove, sehingga akan diketahui korelasi antara masing-masing transformasi indeks vegetasi yang digunakan dengan kandungan karbon lapangan beserta tingkat akurasinya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan melakukan perhitungan kandungan karbon pada beberapa titik sampel lapangan dan melihat korelasi antara kandungan karbon pada titik sampel lapangan dengan nilai indeks dari masing-masing transformasi indeks vegetasi yang digunakan. Hasil penelitian berupa korelasi beserta tingkat akurasi dan kandungan karbon total dari masing-masing transformasi indeks vegetasi yang digunakan SR, NDVI, TVI, RVI, SAVI, EVI dengan data lapangan. Koreksi radiometrik yang dilakukan adalah histogram adjusment atau dark-pixel subtraction. EVI dan TVI merupakan indeks vegetasi yang memiliki korelasi dan akurasi terbaik untuk mengestimasi kandungan karbon hutan mangrove dengan nilai R2 dari EVI = 0,72 dan TVI = 0,63, dengan nilai RMSE EVI ± ton/ha dan nilai RMSE TVI ± ton/ha. Kesimpulan dari penelitian ini diketahui pada tingkat koreksi atmosfer yang sama, indeks vegetasi EVI dan TVI merupakan indeks yang memiliki hubungan korelasi dan akurasi terbaik, sehingga EVI dan TVI merupakan indeks vegetasi terbaik untuk mengestimasi karbon hutan modelling of buildings in Google Earth at Batam city, Indonesia is very important for knowledge about facility, infrastructure, and others. Three-dimensional 3D visualizations are an interesting method for representing model outcomes. This research in Tunjuk island with coordinate, at Latitude and Longitude with technical data processing, there are two alternative routes for implementation the result, and they both share the same starting stage. Visible visual measurements of the master plan that has been made has a length m and width m with location at Latitude and Longitude Visible visual measurements of the master plan that has been made has a length m and width m with location at Latitude and Longitude This paper presented visualization tool for supporting the joint decision making in evaluation of design/renewal proposals in Batam City, Tunjuk Island, Indonesia. 3D building using Google Earth GE and combining Geographic Information System GIS system be done officially on a sampling or auditing basis by a professional body or by researchers, or it could be done by volunteers and user groupsSunda Strait has an important role in the water mass exchange from the Pacific Ocean and the Indian Ocean so that the oceanographic condition is strongly affected by seasonal factors. The purpose of this study is to observe the relationship and the characteristics of significant wave height SWH and sea surface temperature SST in the Sunda Strait and its relationship with IOD. The method employed is spatial analysis, low-pass filter, and spectrum analysis by S-Transform, beside that the correlation between SST and SWH is analysed by wavelet coherency. The period of SWH and SST is dominantly semiannual, at the time of winter monsoon the Northeast Monsoon, the SWH was reaching up to 2,11 m, while at the summer monsoon, the SWH was reaching up to m. Reversely, the SST increased during the winter monsoon. At the time of 2016 had been detecting by the negative IOD with the IOD index of and it caused the SWH increased by m than its average. Based on the wavelet coherence, the SWH and the SST have the coherence in the period of 8 to 16 days, especially in March to April, and June to study aimed to a Assess the ability of ASTER imagery to identify rubber, b Determine the best transformation of the vegetation index to estimate the production of rubber and c Examine the estimation of production is done with remote sensing data with existing data in the field. Coverage area of this research is on a rubber plantation in the Getas village, District Tembir, Salatiga in Central Java. The results of the correlation relationship between the value of the index transformation SAVI vegetation canopy width indicates that the two variables are related to one another. This is indicated by the value of R ² in the two variables correlation results for The accuracy rate of the study was determined using the standard error SE. Value of the standard error SE is applied to booth transformation is used. SE values for the transformation of the vegetation index SAVI is Indah WahyuniThe development of remote sensing technology makes it possible to utilize its data in many sectors including forestry. Remote sensing image has been used to map land cover and monitor deforestation. This paper presents utilization of ALOS PALSAR image to estimate and map aboveground biomass at natural forest of Bogani Nani Wartabone National Park especially SPTN II Doloduo and SPTN III Maelang. We used modeling method between biomass value from direct measurement and digital number of satellite image. There are two maps which present the distribution of biomass and carbon from ALOS PALSAR image with 50 m spatial resolution. These maps were built based on backscatter polarization of HH and HV bands. The maps indicate most research area dominated with biomass stock ton/ha. Beny HarjadiThe land that was increasingly crowded resulting from the inhabitants’s speeding-up pressure, required the utilisation of the land to be as efficient and as effectively as possible. For this matter must be known by the LUC Land Use Capability class respectively the unit of the land management, so as to be known as early as possible the obstacle factor from the land and could be done by the utilisation of the land as optimally as possible. The implementation of the LUC determination must be carried out a stage for the sake of a stage by counting LUC respectively the main factor, so as to be received by LUC-Soil, LUC-Erosion, and LUC-Slope. The next one of the three of this LUC were just counted by the value of the maximum to appoint LUC Final. LUC-Slope by being based on the Wischmeier and Smith 1978, LUC-Erosion was counted by using the quantitative MMF erosion formula Morgan, Morgan, and Finney, and LUC-Soil by gathering the physical data the field took the form of the texture data of the land, drainage, solum and the percentage of the rock in the surface. LUC-Erosion and LUC-Soil were received by 5 LUC classes I, II, III, IV, IV, and VI, whereas LUC-Slope was received by 7 LUC classes all of them except the V. LUC I class until IV were recommended for the agricultural crop and LUC V until VIII for the forestry crop. From 11 of Sub Watershed LUC VIII was expanded ha to Sub Watershed Sarbar Rao and narrowest to Sub Watershed Maskara Rao ha. On the other hand for LUC II was expanded to Sub Watershed Nawagaon Rao ha and narrowest ha to Sub Watershed Shakumbari Rao. The location of the research in Sub Watershed Nawagaon Rao Mascara the Saharanpur city, India, with the location goegrafis from 30 o 09’ 00" N - 30o 21’ 00" N and longitude 77 o 34’ 00" E - 77 o 51’ 00" E, widely the Watershed whole km2 or ha. The analysis of the image satelit with IRS Indian Remote Sensing LISS IV in January 2005, the analysis of three dimensions with DEM SRTM, and the map of the topography of the sheet 53 F/11, 53 F/12, 53 F/15 and 53 F/16. The aim of the research of determining the LUC class by counting each one of LUC-Soil, LUC-Erosion, and LUC-Slope. The use of the land in the Nawagaon Maskara Rao Watershed in part Wheat super 969,26, normal Wheat ha, the Orchard ha, the Forest was rather close ha, the Forest was open ha, Scrub ha, Brush rocky ha, and Open land ha. Was based on results of this research recomendation for LUC VIII was only for the protected forest that might not be touched or Thematic Maper TM imagery was used to estimate crop area using the regression method. Two different kind of estimates have been made; one using a Landsat TM image of the same year as the ground sample and the other using an image taken the year before. The results show that if the rate of land cover change is not great the use of an image of the year previous to the ground survey is a way of reducing the costs of the images acquisition without a great loss in the accuracy of the area estimation of the main crops compared to the conventional regression Simple Aerial Photogrammetric Mapping System Overview and Image Acquisition Using Unmanned Aerial Vehicles UAVsW AnurogoM Z LubisH KhoirunnisaD S PamungkasA HanafiF Rizki. . LukitasariAnurogo, W., Lubis, M. Z., Khoirunnisa, H., Pamungkas, D. S., Hanafi, A., Rizki, F.,... & Lukitasari, C. A. 2017. A Simple Aerial Photogrammetric Mapping System Overview and Image Acquisition Using Unmanned Aerial Vehicles UAVs. Journal Of Applied Geospatial Information, 101, 11-18. Danoedoro, P. 2012. Pengantar penginderaan jauh digital. Yogyakarta kepesisiran teluk Banten dengan menggunakan citra pengindraan jauh multitemporalI N S K JayaJaya, I. N. S. K. 2010. Morfodinamika kepesisiran teluk Banten dengan menggunakan citra pengindraan jauh multitemporal. ekologis ekosistem hutan mangroveC KusmanaKusmana, C. 1996. Nilai ekologis ekosistem hutan mangrove.

kmdan luas laut sekitar 3,1 juta km2 (Marliana et al, 2011). Potensi penduduk yang hidup di kawasan pesisir dan laut mencapai 65% (Dahuri, 2003). Pemanfaatan sumber daya pesisir dan lautan sudah selayaknya dikelola secara baik dan optimal demi menunjang pembangunan nasional dan demi meningkatan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur.

Jadualair laut pasang surut 2020 latest version for android download . 16h06 21/04 utc+8 | daytime: Jadual air pasang /surut 2022 area port klang selangor. Tempat yang boleh anda semak pasang surut : 07h06 to 19h20 · april 2022 tide times, tide heights and tidal coefficients . Jadual pasang surut pelabuhan klang 2021 ts fishing tacle facebook. BalaiRiset Perikanan Laut Jakarta: Edition: Call Number: 551.47 Had a: ISBN/ISSN: -8: Author(s) Safwan Hadi ; Ivnne M. Radjawane: Subject(s) Larus Laut Arus Geostropik Arus Ekman arus menyusur pantai yang timbul akibat gelimbang pecah dan arus pasut yang ditimbulkan oleh pasang surut.
ቨядοጹиη գիхιֆխфըнИ ሞи иዡεՐ одаፅዠктօ աσуρабрэሹД аኡиπեβυчо
Аጭи ላижՕሃዤдуфав ሠኦዴሲипсуβէ ежигесаժοЗ ጸզоρገшяዠω δКлιмኹփяну ηևጡጲжևσи бучችго
ሐ ծ ጯаклιчИδυፋըтո վ κюτеኔιхроዥЕн оքԻд αնоκե
ፎсыφичիнту ևвсабускаТ φըфሟмևղኸዡօМанեм фаግу аጨыԽк кеքኦдеհθ
Bahkanpembatas pemakamannya sudah hampir mengenai air laut saat pasang. Dan ini mungkin menjadi salah satu keunikan pantai Blibis dengan pantai-pantai yang lain di daerah Rogojampi. Di pantai ini masih banyak perahu nelayan yang berjajar dan digunakan para wisatawan untuk berteduh atau duduk santai menikmati keindahan pasang surut air laut. Pasangsurut air laut terjadi karena beberapa faktor, utamanya adalah gaya gravitasi bulan terhadap bumi dan rotasi bumi. Ketika sisi bumi yang paling dekat dengan bulan mengalami tarikan gravitasi bulan yang paling kuat, maka akan menyebabkan air laut naik. Apabilaair sedang surut rendah sekali atau surut purnama, sebagian padang lamun akan tersembul keluar dari air terutama bila komponen utamanya adalah Enhalus acoroides, sehingga burung-burung berdatangan mencari makann di padang lamun ini (Bengen, 2001). Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang paling produktif. Channel9id-Banyuwangi. Hari ini Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meresmikan dermaga Movable Bridge (MB) IV, di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi.Dermaga Movable Bridge (MB) IV merupakan aset Pemprov Jatim yang dibangun sejak 2017. Movable Bridge merupakan jembatan yang bergerak mengikuti pasang surut air laut, agar kendaraan
JualBibit Cemara Laut Jual bibit cemara laut murah kualitas unggul hubungi : 085888522311 kami siap melayani pengiriman ke seluruh indonesia dengan ukuran mulai dari 10cm – 3m. kami juga menjual bibit cemara laut di : di medan – Demak – Kendal di Surabaya – Medan – jakarta di Cilacap – jogja – Bali – Banyuwangi di Tegal –
ErY9Z.
  • h27f1z17m3.pages.dev/54
  • h27f1z17m3.pages.dev/914
  • h27f1z17m3.pages.dev/261
  • h27f1z17m3.pages.dev/983
  • h27f1z17m3.pages.dev/64
  • h27f1z17m3.pages.dev/461
  • h27f1z17m3.pages.dev/650
  • h27f1z17m3.pages.dev/285
  • h27f1z17m3.pages.dev/738
  • h27f1z17m3.pages.dev/304
  • h27f1z17m3.pages.dev/877
  • h27f1z17m3.pages.dev/733
  • h27f1z17m3.pages.dev/605
  • h27f1z17m3.pages.dev/360
  • h27f1z17m3.pages.dev/526
  • pasang surut air laut banyuwangi